Jumat, 15 Juni 2012

Selamat Jalan, Guru dan Sahabatku

Makam Al-Marhum Ust. Multazam

Hp berdering panggilan masuk dari salah seorang teman langsung saya angkat…..antum ada acara besok tanyanya saya jawab tidak ada, kalau besok bisa temani saya gak ke Barru, tanpa berfikir panjang sayapun meng iyakan…hem Barru I Am Coming
Sobat berikut goresan pena perjalanan saya ke Barru…
Tujuan ke Barru kali ini bermaksud berkunjung ke rumah salah satu teman, beliau adalah kakak angkatan saya di pondok beliau juga guru saya, sekitar 3 periode diatas saya, namanya MULTAZAM, sosok yang periang, penuh canda dalam kesehariannya, satu cirri yang khas pada beliau adalah kecamatanya yang tebalnya, saya sendiri uda lupa itu minus berapa, ada satu waktu ketika masih dipondok ketika saat bersama beliau di panitia penamatan sekolah sempat satu bagian di Publikasi, saat berangkat mandi tanpa sengaja saya menjatuhkan kecamatanya di tempat ganti baju,saya kira kecamata itu hancur berkeping-keping, ternyata dugaan saya meleset, kecamata yang jatuh dilantai itu tidak lecet sedikit pun, ini disebabkan karena tebalnya kecamata tersebut dan ternyata dia bukan dari kaca…maaf saya sendiri juga tidak tahu itu dari bahan apa,
Dalam penuturannya beliau telah memakai kecamata sejak SD. Jadi ketika kejadian sekitar 10 tahunan lebih beliau telah memakai kecamata tersebut, namun dengan keterbatasan penglihatannya itu tidak membuatnya patah semangat untuk menghafal Al-Qur’an meskipun kadang saya perhatikan Al-Qur’an mesti dia angkat dengan jarak satu jengkal dari matanya, ini demi memudahkan beliau membaca Al-Qur’an.
Mengingat kisah bersama beliau tidaklah sulita bagi saya, meski itu telah berlalu beberapa tahuan sosok yang mudah bergaul dengan teman-teman dan juniornya menjadikannya familiar di tengah santri, beliau juga menjadi corong perkembangan bahasa di pondok tercinta, kepiawaiannya berbahasa Inggris tidaklah pernah diragukan, saya masih ingat ketika itu beliau memboyong piala bergilir lomba Pidato Bahasa Inggris,yang saat ini piala tersebut masih tersimpan rapi di kantor Pesantren,  ini pulalah yang menjadikannya sebagai bagian bahasa baik di organisasi santri hingga Pembina bahasa dimasa pengabdiannya.
Limadza-limadza tuhibbuni…… adalah penggalan lagu yang sampai saat ini masih terekam sempurna di memoriku lagu gubahan yang kocak dan lucu tersebut beliau dendangkan bersama group band bentukannya di acara Panggung Gembira Kelas Enam angkatannya.
Kini kenangan itu tinggal cerita penghubung rindu dengan beliau, kini ia telah beranjak meninggalkan kita ketempat peristirahatan, tempat yang jua kan menjadi tujuan kita juga,
Makassar Pkl 09.00…
Rencana semula akan star Pkl 07.30 mengingat jarak yang jauh, namun karena hujan mengguyur Makassar di pagi hari akhirnya kami undur ke Pkl 09 lewat, setelah janjian ketemu di depan Universitas 45, kami melaju membelah kemacatan kota Makassar, konon kota yang selalu mendengung-dengungkan akan menjadi kota dunia…yach semoga aja terwujud.

Pangkep Pkl 12.30
Lantunan ayat suci Alqur’an mengiringi perjalanan kami lantunan Al-Qur’an itu terdengar bersahut-sahutan dari setiap mesjid yang kami lewati, ini menandakan waktu duhur sesaat lagi akan tiba, kamipun singgah di salahsatu mesjid yang tepat berada dipinggir jalan poros Pangkep-Barru, mesjid yang sederhana namun cukup terawat dengan baik, setelah menunaikan Sholat duhur dan sedikit merebahkan badan demi menghilangkan penat, kamipun kembali melanjutkan perjalanan,
Sekita setengah jam perjalanan, kami memutuskan untuk mengisi lambung tengah, yang dari pagi belum terisi apa-apa. Setelah beberapa kali memilih warung makan, kami menjatuhkan pilihan di warung makan yang tepat satu areal dengan Pertamina, dengan menu mie siram campur telur, serta suguhan gogoso menjadi santapan siang yang menggugah selera…..

Barru Pkl 13.30
Pemadangan pinggir laut menyambut kedatangan kami di Kab. Barru, gerbang bertuliskan selamat datang di Kab. Barru juga turut menyambut, tebing tinggi disisi kanan yang di poles dengan tulisan Kab. Barru menambah apik dan mempesonanya Kabupaten yang banyak melahirkan Ulama besar ini.
Dari alamat yang tertera di kertas sebentar lagi kami akan tiba di desa yang kami tuju, desa buttue, jembatan panjang sebagai tanda utama Alamat yang diberikan telah kami lewati, biar gak kesasar kami sempat berhenti beberapa kali untuk menanyakan alamat…diujung jembatan kami bertanya pada anak usia SMP, namun justru menimbulkan keraguan bagi kami, karena alamat yang kami tanyakan sudah kami lewati pungkas anak tadi, hemm…untuk informasi yang lebih akurat kamipun berjalan beberapa meter menemui wargab yang sedang bercengkerama di bawah kolom rumah….di depan lagi dek pas diperempatan ambil kiri….hem lega rasanya..hehehehe hamper ajha kesasar dengan Alamat Palsu hheheh (ayu tingting).
Sekitar 20 menit melewati jalan tersebut kamipun sampai di desa buttue, untuk meyakinkan lagi kamipun singgah bertanya, kali ini dengan kakek-kakek dan nenek-nenek yang beristirahat di rumah ronda….pak tabe mau nanya desa buttue dimana yach….rumahnya pak imam?....uda dekat di depan pas ada mesjid. Didepan mesjid itulah rumahnya pak imam…oh yach kebetulan rumah yang kami tuju ini bapaknya juga menjabat sebagai Imam Desa, didepan mesjid kami kembali bertanya dengan seorang pengajar TK/TPA bu… rumah pak imam dimana…? Oh rumahnya kelewatan, rumahnya pas dekat mobil yang parker itu…katanya sambil menunjuk…hahahahaha…kali ini lagi-lagi dapat alamat palsu dari sang Kakek dan nenek…

Barru @rumah
Setelah memarkir motor dan sedikit peregangan kamipun naik kerumah, setelah beberapa kali salam, barulah ada balsan dari dalam rumah, ternyata adalah Ayahnya saat kami datang beliau lagi Istirahat siang di ruang tengah
Mari masuk….sambutnya menyalami kami didepan pintu, umurnya kira-kira 70 an, rambutnyapun juga sudah memutih. Namun langkah dan suaranya masih sempurna, ini dibuktikan dengan masih kuatnya berjalan kaki kemsjid serta menjadi imam sholat lima waktu.
Dari mana dek…ucapnya memulai percakapan siang itu, kami dari Makassar Pak, temannya almarhum Multazam di Pesantren, oh….sambil memanggut-manggutkan kepalanya, sakitnya Mulatazam itu saya juga gak tau, setelah operasi matanya selesai dan al-hamdulillah sembuh, kembali muncul penyakitnya yang lain, dia mengeluhkan sakit diperutnya, kata dokter di sakit lever, namun selain itu banyak penyakitnya yang lain dan tiba-tiba muncul, padahal sebelumnya gak pernah ia keluhkan…ucapnya sambil beberapa kali menerawang dan memandangi foto-foto yang di dinding.
  
 Bersambung…